Kalau bicara tentang media sosial akan selalu
menarik. Dari sekian banyak medsos yang ada, setiap orang punya preferensi
masing-masing. Punya platform favorit tempat mereka menghabisakan sebagian
besar waktu untuk cari hiburan, cuci mata, cari sensasi, aktualisasi diri
sampai cari informasi. Ini juga dipengaruhi oleh umur dan pastinya lingkungan.
Kaum bapak ibu pasti lebih suka berselancar di
Facebook, membagikan foto-foto mereka sebundel-sebundel. Kalau kaum remaja
sampai umur 30-an mungkin lebih senang di Instagram. Membagikan foto meereka satu per
satu, update kegiatan harian di instastory, cari tutorial makeup, dressup,
shopping, memanjakan mata dengan warna dan kombinasi foto-foto yang ada. Ada
juga yang masih sennag sesekali buka twitter, curhat kecil-kecilan sampai
ngomongin politik.
Ada gak sih pengaruh media sosia pada mental?
Medsos dirancang seperti narkoba, addictive. Ketika kita posting sesuatu,
mendapat like dan comment dari banyak orang, ini tentu
akan menimbulkan perasaan bahagia. Perasaan tersebut menuntut kita untuk
melakukan hal yang sama, terus menerus. Ketika ekspektasi kita tidak tercapai,
tentu ini akan menjadi beban dan menimbulkan kekecewaan. Jadi inget baru-baru ini Awkarin sang selebgram
sejatih saja memutuskan buat pensiun. Walaupun sebenarnya dia tetep masih posting
juga, hanya gak segila sebelumnya.
Medsos menurutku menawarkan suatu wadah yang
memungkinkan kita untuk “telanjang” secara kepribadian terutama. Sangat mudah
untuk menilai seseorang dari apa yang ia bagikan di akun media sosialnya. Yang
tidak begitu dekat, yang tidak kenal sekalipun pun akan tahu hidup kita kalau
kita memang membukanya.
Pernahkah terpikir seperti itu?
Sepertinya banyak dari kita yang merasa
hepi-hepi aja membagikan sesuatu yang menurut kita menarik, padahal mungkin ada
orang di tempat lain, mungkin teman kita juga yang akan terluka. Simpelnya
seperti ini, ketika baru lulus kuliah dan belum punya kegiatan yang jelas, aku
merasakan itu. Ketika berselancar di medsos dan melihat teman-teman lain update di kantor barunya, pake location. Rasanya pen nyanyi…
Kesimpulannya
adalah sosmed bukan tempat untuk menghibur diri apalagi merefresh otak, no no no. Medsos
itu keras dan kudu siap mental. Oke.. semua memang balik lagi ke mindset kita, bagaimana
kita menilai platform itu sendiri. Kalau kita aktif komen sana sini, jalin
silaturahim, ikut komunitas, punya teman baru tentu hal yang bagus. Namun,
kalau kondisinya kita selalu merasa kurang dari orang lain, sementara sosmed
menyodorkan apa yang orang lain miliki, jadi silent kepo-ers, tentu matilah awak.
Setelah
merasakan hal itu, aku pribadi bertekad untuk gak mau curhat di medsos, Nope!
Aku juga sadar kalau sebelumnya mungkin pernah curhat entah itu tentang
kesenangan dan kesedihan, yang mungkin saja membuat orang lain entah siapa
menjadi tidak nyaman.Walau terkadang curhat di medsos memang sedikit meredakan
sih, tapi ya harus tahu platform juga, kudu tahan-tahan. Seperti yang kubilang,
pergilah ke twitter
dan bercurhat rialah tanpa beban. Jangan curhat di instastory atau
di wa, yang malah bikin orang bilang “naon atuuuh”, apalagi kalau udah masalah
pribadi banget, masalah keuangan, tentang kekurangan orang lain, kode-kodean
supaya dibaca yha.. kurang-kuranginlah.
Netizen semakin
hari semakin cerdas. Setiap kita sebagai pemilik akun juga harus ikut cerdas,
supaya tetap bisa bersosial media tapi mental kita tetap sehat dan gak
merugikan orang lain. Mungkin tips ini bisa dicoba:
1. Batasi
penggunaan social media
Pernah dengar Social
Media Diet ? Bule-bule di belahan dunia sana lagi seneng banget melakukan challenge ini,
banyak diataranya yang merasakan efek positif. Lebih produktif, lebih segar
secara pikiran, punya banyak waktu untuk bersosialisasi sacara nyata. Jadi
memang pengggunaannya perlu kita batasi, dua jam sehari atau hanya malam saja,
yaa atur-atur lah sesuai aktivitas kita kalau memang kita gak kuat buat diet
sampai sebulan.
2. Punya mindset sosial media
milik semua orang
Aku selalu suka
kata-katanya Raditya Dika, dia bilang,
“Bayangkan kalau
“ini dilihat oleh kelurga ada orang tua, anak kecil juga kakek nenek. Masih
pantaskah?”
Nyatanya saat
bersosial media kita merasa sendirian, bebas membagikan apapun yang kita
inginkan. Kalau kita ketemu sama teman lama, lalu di bahas tentang apa yang kita
bagikan di sosmed kita baru sadar “Oiya, apa yang gue lakukan ke-noticed
orang loh”. Baru kita sadar kita membagikannya pada khalayak ramai. Jadi, mari
lebih bijaksanalah membagikan sesuatu. Bagikan hanya hal-hal yang memang orang
lain bisa mengambil pelajaran darinya, atau memang menghibur. Have a nice day !
Setuju nih. Medsos sekarang ini udah bukan jadi tempat melepas penat. Justru kepenatan malah hadir dari medsos, yang ujungnya malah timbul penyakit hati.
BalasHapusnaah itu banget teeh setujuuu :"
HapusIntinya harus bijak dalam segala sesuatu, apalagi di media sosial..s
BalasHapusiyaa benget teeh :)
Hapusharus menggunakan sosmed sebijak mungkin
BalasHapusAlhamdulillah sih, setelah makan asam garam (baca: tua), dan setelah ngalamin ketemu temen yang ngikutin banget sosmedku dan lalu nanya secara detil, aku jadi sadar. Sosmed bukan tempat curhat semua masalah pribadi. Wkwkwk.. cukup buat branding sajah. :D
BalasHapusiyaahh betul teeh :) semua orang berhak punya privasi yang disimpan buat dia dan orang terdekat aj a:)
Hapusmemang sih sekarang kita harus bijak menggunakan sosmed..
BalasHapusbahaya jugaa sosmed tuh banyak hoax
betul teh, jadi kudu mikir dl kalau baca berita ini beneran apa bohong mhehe
HapusKeren ini bener banget nih gunakan sosial media dengan hal positif
BalasHapustull sekaliii yaaa
HapusSetuu banget...kali2 kita wajib puasa Socmed biar produktif. Ya kecuali Kalo kerjaan'a ngelola socmed brand2 kaya Lae dulu...
BalasHapuswah iya bener nih, sekarang kampanye sehat sosmed harus sering di gaungkan :)
BalasHapusBetul banget. Harus bijak bersosial media. Sekarang ini aku lagi seneng di IG. Kayaknya lebih asyik aja. 😁
BalasHapus