Kata orang, di umur 22 hidup akan berubah
total, banyak hal yang terjadi dan mengubah hidupmu. Absolutely, yes..that’s
true, that’s what happened to me. 22 tahun pada 2017, adalah umur
dimana aku
telah menyelesaikan studi S1 di tahun sebelumnya, mendapat gelar
sarjana, nilaiku alhamdulillah baik. Apa yang harus dikawatirkan?
Menurutku hidup akan lancar-lancar saja.
Kampusku bukan kampus biasa, kampus negeri yang punya nama. Namun,
banyak hal
yang terjadi diluar dugaan.
Sejak masuk kuliah, tujuanku cuma satu, segera
selesai S1 dan langsung lanjut S2 tanpa jeda. Itu masih aku pegang sampai
semester 7, dan berubah drastis saat semester 8, semester akhir. Tiba-tiba
orientasiku langsung tertuju pada bagaimana aku bisa hidup mandiri, memiliki
penghasilan sendiri. Aku yang selama kuliah tinggal dengan orang tua, jarakku
ke kampus hanya 15 menit, sama sekali belum punya pengalaman bekerja, atau
menghasilkan uang sendiri merasa tertantang dan malu pada saat bersamaan.
Kupikir inilah saatnya aku membuktikan pada orang tua bahwa aku bisa mandiri, dan
tidak lagi membebani mereka secara finansial.
Aku bersikukuh ingin kerja dahulu setahun, dan
kemudian S2 di tahun berikutnya dengan beasiswa. Yak itulah bayangan ideal yang
ada di kepala. Belum sebulan setelah aku wisuda, aku dinyatakan diterima
bekerja di salah satu Bimbel ternama di Jakarta, namun dengan gaji UMR Jakarta
dan ijazahku yang harus ditahan 2 tahun. Sebetulnya saat itu aku ingin nekat,
tapi orang tua cukup berat melepasku, dan hatiku juga belum sekukuh itu juga
untuk mengambil keputusan dan jauh dari orang tua.
Keadaanya, kami dirumah hanya bertiga, mama, aku dan adik laki-lakiku yang saat itu akan masuk kuliah. Mama sangat mendukung apapun langkahku, terutama cita-citaku untuk
melanjutkan studi. Namun, ketika aku mengubah tujuanku, mama tidak semudah itu
menerimanya, aku maklum. Setelah akhirnya aku tidak mengambil kesempatan kerja
itu, mendapat pekerjaan lagi terasa begitu sulit. Hubunganku dengan orang tua
juga menjadi tidak baik. Kami sering berdebat, aku kehilangan kepercayaan diri,
bingung, stress. Hampir setengah tahun kerjaanku hanya dirumah,
mempertanyakan tentang hidup dan pilihan yang kubuat. Beberapa kegiatan aku
lakukan, tapi tidak ada yang berhasil, membuatku menemukan sesuatu, apalagi
menghasilkan. Sebetulnya, disaat yang
bersamaan, aku mengajar di salah satu sekolah swasta, namun hanya sekali
seminggu, 6 hari sisanya luntang lantung. Bertemu teman pun malu, buka sosial
media malah tertekan dan membanding-bandingkan dengan hidup orang lain, dengan
mereka yang sudah bekerja atau langsung lanjut kuliah.
Pertengahan tahun 2017, aku dapat pekerjaan,
mengajar bimbel di dekat rumah, freelance. Kataku, tak apalah yang penting aku
bisa punya penghasilan sendiri. Teman-temannya sangat nyaman, muridnya pun
seru, tapi dari segi penghasilan menurutku terlalu rendah untuk ukuran Bandung.
Aku tetap menjalani pekerjaan itu, sambil terus mencari cara untuk mengupgrade
diri dan mencari pekerjaan lebih baik tentunya. Tahun itu pula, CPNS dibuka,
dua kali. Aku ikut keduanya, dan gagal di tahap kedua. Setelah itu aku
berfikir, langkah apa lagi yang harus aku tempuh. Aku meyakinkan diri untuk lanjut kuliah saat itu. Beberapa bulan sebelumnya ada beberapa beasiswa yang aku coba tapi
semuanya gagal.
Keputusan terberat adalah ketika aku harus
bilang pada orang tua bahwa aku ingin kuliah, dan belum punya beasiswa, artinya
orang tua yang harus menanggung. Aku malu, dengan keegoisanku sendiri. Tahun
sebelumnya saat orang tua menawarkan membiayai kuliah S2, aku tolak
mentah-mentah, sekarang aku minta itu kembali. Sumpah, malu !
Namun, rasa malu itu terkalahkan oleh rasa ingin bikin orang tua bangga dan punya kehidupan yang lebih baik dari yang
kujalani saat itu. Satu-satunya cara yang terlintas saat itu hanya itu, kuliah
lagi. Orang tua yang sudah pasrah, dan menyerahkan segala keputusan padaku
kaget sekaligus bahagia disaat yang sama. Aku tahu orang tua merestui aku untuk
lanjut kuliah. Padahal ditahun depannya, 2018 adikku juga akan masuk kuliah.
Namun, ya begitulah kasih sayang orang tua, ingin selalu yang terbaik untuk
anaknya, mama bialng "Biismillah aja insya Allah ada rezekinya". :"""""
Aku tahu pikiranku saat itu sempit banget,
padahal cara memperbaiki kehidupan bukan cuma dengan sekolah, tapi bisa dengan
berbisnis, fokus pada satu hal dari nol, dengan berusaha. Dan, aku tahu saat
itu pikiranku sempit, aku pikir saat kuliah aku tidak bisa sambil memiliki
penghasilan. Padahal itu sangat mungkin dilakukan bersamaan, semuanya bisa dilakukan kalau kita mau berusaha.
Saat menjalani kuliah S2, aku bertekad untuk
tidak mengulanginya lagi. Aku gak mau sekedar kuliah, terus pas lulus malah
jadi bingung dan merepotkan orang lain. Makanya, sekarang sambil kuliah aku
menjajal dunia blogging, berkomunitas, terus mengajar privat, Alhamdulilllah Allah
terus permudah rezekinya, bisa sedkit-sedikit disisihkan untuk bayar kuliah.
Setelah memutuskan kuliah lagi, hubunganku dengan oarngtua terutama mama juga
seperti langsung triiing membaik, 180 derajat kembali seperti dulu sebelum aku
lulus. Itu kekuatan restu yang aku sangat rasakan.
Note : sambil kuliah coba untuk sambil melakukan pekerjaan, coba menghasilkan supaya setelah lulus bisa lebih jernih
berpikir mau langsung kerja atau kuliah lagi. Itu juga yang aku ajarkan pada
adikku.
Ya, pengalaman memang guru terbaik.
Postingan ini adalah kolaborasiku dengan teman teman Bandung Hijab Blogger :) Boleh cek tulisan teman-temanku yang lain :)